Korea Utara Lakukan Tes pada Sungai, Udara, dan Sampah Terkait Covid-19
Pejabat kesehatan Korea Utara melakukan pengujian Covid 19 pada sungai, danau, udara, air limbah rumah tangga, dan sampah. Dilansir menurut media pemerintah Korea Utara, upaya tersebut merupakan bagian dari penanganan intensif terhadap wabah virus corona di negara ini. Korea Utara melaporkan kasus Covid 19, setelah dua tahun pandemi menyebar di hampir seluruh dunia.
Negara terisolasi ini sekarang berada dalam pertempuran sengit melawan gelombang wabah virus corona, sejak menyatakan keadaan darurat dan memberlakukan penguncian nasional bulan ini. Kondisi Korea Utara memicu kekhawatiran dunia karena kurangnya pasokan vaksin, peralatan medis, dan makanan. Media pemerintah mengatakan, pihak berwenang meningkatkan pengujian dan desinfeksi di seluruh negeri.
Sebelumnya, media melaporkan bahwa wabah dalam kondisi stabil dengan kasus demam mereda dan jumlah kematian relatif rendah. Sekitar 100.460 lebih banyak orang menunjukkan gejala demam pada Kamis (26/5/2022), dibandingkan dengan hampir 400.000 sekitar 10 hari yang lalu, kata kantor berita resmi KCNA, mengutip data dari markas besar pencegahan epidemi darurat negara. Jumlah total pasien demam sejak April naik menjadi 3.270.850 di antara 25 juta penduduk, dan jumlah kematian menjadi 69, naik satu dari sehari sebelumnya.
Secara terpisah, KCNA mengatakan kantor anti virus mengumpulkan sampel dari banyak sumber untuk memeriksa apakah daerah telah terinfeksi Covid 19. "Sektor anti epidemi darurat di semua tingkatan mengutamakan pengujian spesimen yang dikumpulkan di sungai dan danau, sambil mendisinfeksi ratusan ribu meter kubik limbah dan ribuan ton sampah setiap hari dan memeriksa dan menganalisis sampel," kata KCNA. Rilis berita itu tidak menguraikan metode pengujiannya.
Korea Utara mengatakan tahun lalu telah mengembangkan peralatan tes reaksi rantai polimerase (PCR) sendiri. Kendati demikian, negara ini tidak pernah mengkonfirmasi berapa banyak orang yang dites positif, malah melaporkan jumlah pasien gejala demam diduga Covid 19. Para ahli mengatakan angka angka itu mungkin tidak dilaporkan dan menyulitkan penilaian skala situasi.
Sebuah video yang dirilis KCNA menunjukkan sekelompok pejabat mengenakan pakaian pelindung dan masker medis membawa kotak dengan tanda tanda yang mengatakan "pembawa spesimen" atau "bakteri, penguji virus." Reuters tidak dapat memverifikasi secara independen informasi yang terkandung dalam video tersebut. "Pejabat mengumpulkan sampel dari orang orang yang menunjukkan demam dan menguji minuman yang diproduksi di pabrik air di Pyongyang untuk memastikan mereka bersih dan aman," kata Jo Chol Ung, wakil kepala Pusat Kebersihan dan Anti epidemi Kota Pyongyang dalam video.
Dilansir , media pemerintah merekomendasikan sejumlah pengobatan untuk mengatasi wabah Covid 19 sejak virus ini merebak. Mayoritas media mengimbau masyarakat yang diduga terinfeksi untuk mengonsumsi obat penghilang rasa sakit dan obat tradisional saat karantina. Salah satunya yakni minum air garam untuk meredakan gejala. Korea Utara menyatakan virus itu sebagian besar mirip dengan "flu biasa" dan bahwa wabah itu "ditekan dan dikendalikan secara stabil" minggu lalu.
Menurut laporan , pemerintah Korea Selatan dan PBB telah menyatakan siap untuk membantu Korea Utara melewati pandemi. Kendati demikian, Pyongyang mengabaikan tawaran tersebut dan hanya meminta bantuan kepada sekutunya yakni China dan Rusia. Analis pesimis Pemimpin Tertinggi Kim Jong Un akan menempatkan kebutuhan rakyatnya di atas rasa malunya jika menerima bantuan Korea Selatan atau PBB.
"Mengingat korban jiwa dan ekonomi yang mengerikan yang dapat ditimbulkan Covid 19 di Korea Utara, orang akan berharap Pyongyang akhirnya akan menerima bantuan internasional," kata Leif Eric Easley, seorang profesor studi internasional di Ewha Womans University di Seoul. "Tetapi hanya karena Korea Utara telah mengkonfirmasi infeksi tidak berarti hal itu akan berdampak pada komunitas internasional." "Buku pedoman Kim tentang Covid 19 mungkin mengandalkan lebih banyak penguncian, pengetatan ikat pinggang, dan propaganda domestik sambil menerima bantuan China yang bijaksana," katanya.
"Bahkan jika rezim akhirnya memprioritaskan kehidupan orang orang di atas kekhawatiran keamanan yang dibayangkan seputar bantuan internasional, rintangan politik dan logistik Korea Utara akan membuat pengiriman vaksin yang dipercepat menjadi sulit," kata pengamat ini.